Anyaman Pandan Laut Warisan Berharga Untuk Anak Cucu

Kalau ada yang bilang jangan hanya kumpulkan harta benda untuk diwariskan ke anak cucu tapi ajari mereka juga cara mengelolanya, niscaya itu akan sangat bermanfaat buat kehidupan mereka kelak.

Tampaknya pendapat itu benar adanya, seperti apa yang terjadi dengan warga di kampung Pantai Cermin Kanan, Serdang Bedagai, Sumatera Utara, khususnya para wanita yang tinggal di daerah tersebut. Sebagai informasi, warisan tentu saja bukan hanya dalam bentuk harta benda tapi juga keterampilan yang bermanfaat.

Pengrajin Anyaman Pantai Cermin Kanan
Foto : Pribadi

Salah satunya, nenek Yusnila dengan jari-jemari yang lincah begitu terampil menganyam helaian demi helaian pandan laut yang telah diolah sedemikian rupa untuk menjadi selembar tikar yang cantik dan unik. Sambil terus membuat anyaman sesekali nenek ini berhenti menjawab pertanyaan dari pengunjung. Di usianya yang tidak lagi muda sekitar 66 tahun masih tetap produktif. Beliau bercerita bahwa dunia anyaman tikar sudah digelutinya sejak usia 7 tahun. Jadi sudah paham betul bagaimana mengerjakan dan memodifikasi warna dan corak yang menarik.

Saat ditanya apakah nenek merasa jenuh dengan pekerjaan ini? Dengan senyum khasnya dia jawab,” Tidak!”. Dia bersyukur bahwa diusianya sekarang masih berpenghasilan, bisa membantu perekonomian keluarga dan tentunya dia merasa tetap berkontribusi dalam melestarikan budaya Melayu leluhur mereka. Tidak ada kata keluhan darinya bahkan saat ditanya apakah dia merasakan sakit pinggang karena duduk yang lama, jawabannya cukup lugas, kalau merasa pegal cukup istirahat sebentar sudah baik lagi. Terlihat jelas betapa si nenek sangat menyukai kegiatannya ini. 

Anyaman Pandan laut, Keterampilan Turun temurun yang Jadi Sumber Penyokong Ekonomi Keluarga 

Dari penjelasan mbak Eva Harlia yang merupakan tokoh penggerak atau Leader Champion dari Menday Galery, anyaman tikar ini merupakan bagian dari keseharian wanita di kampung Pantai Cermin Kanan. Berawal dari kebiasaan penduduk setempat yang suka lesehan di rumah atau di acara-acara kampung maka lahirlah anyaman tikar dengan memanfaatkan bahan baku yang ada disekitar yakni pandan laut. Bahkan, dulu ada satu pameo populer di kampungnya bahwa wanita yang tidak bisa menganyam tikar tidak boleh menikah. Setiap wanita yang akan menikah wajib menyelesaikan satu lembar tikar anyaman untuk dibawa ke rumah baru kelak. 

kerajinan tangan tradisional
Foto : Pribadi

Sayangnya minat generasi berikutnya semakin berkurang karena pengaruh lingkungan dan juga nilai ekonomis dari anyaman ini kurang menjanjikan. Sehingga banyak anak muda yang sudah tidak terampil membuat anyaman. Bahkan beberapa tahun sebelumnya sudah mulai redup.

Melihat fenomena tersebut, mbak Eva dan beberapa lainnya tergerak untuk membangkitkan semangat para wanita di kampungnya yang konon katanya semua warga dikampung ini merupakan keluarga besar berasal dari satu nenek. Untuk itu, mereka mulai mencari tahu penyebab dibalik merosotnya minat warga akan anyaman. 

Setelah dianalisa dengan cermat, ternyata alasan utamanya nilai manfaat ekonomis yang didapat tidak sebanding dengan upaya yang dilakukan dalam pengerjaan sehelai tikar. Selembar tikar ukuran sedang butuh dua hari kerja untuk penyelesaian sementara kalau dijual harganya tidak lebih dari seliter beras. Sangat menyedihkan!

Setelah dikaji ulang dan optimisme untuk  memberdayakan para wanita agar dapat menyokong ekonomi keluarga, dimana mengandalkan suami yang kebanyakan berprofesi sebagai nelayan tidaklah cukup. Biaya hidup semakin meningkat dan biaya anak-anak sekolah, meningkatkan kesejahteraan keluarga, maka Mbak Eva dan teman-teman mulai mengevaluasi hal-hal terkait untuk menjadikan produk anyaman ini sebagai sumber penghasilan para wanita.

handcraft
Foto : Pribadi

Mulai dengan menetapkan standar upah yang layak, upah minimum rata-rata (UMR) seorang ibu rumah tangga  berkisar dua juta seratus ribu rupiah atau tujuh puluh ribu rupiah perhari. Dalam praktiknya bukanlah hal mustahil untuk dicapai karena untuk mengerjakan selembar tikar ukuran 2 meter dibayar dengan upah seratus ribu rupiah dan bisa dikerjakan dalam waktu sehari saja. Melihat hasil yang cukup menjanjikan ini, kini warga mulai meminati kembali usaha ini. Kini dengan 35 orang pengrajin mandiri bersatu dalam satu wadah Sentra Anyaman Menday Galery saling bekerjasama untuk memenuhi setiap pesanan yang terus berdatangan.

Menurut Mbak Eva, pemilihan nama Menday ada ceritanya sendiri. Awalnya galeri mereka dinamai dengan Craft Pandan. Namun pada saat pendaftaran HaKI ternyata nama tersebut tidak lolos karena kesannya yang kurang eksklusif. Maka diajukan dengan merek dagang Menday Galery. Kata Menday merupakan bahasa Melayu bermakna positif. Dalam penggunaan sehari-hari seperti sapaan apa kabar, cantik dan hal-hal baik lainnya. Sesuai dengan harapan agar usaha ini sebagai warisan Melayu berguna ke depannya dalam meningkatkan kesejahteraan warga kampung Cermin Kanan.

Bergerak Pasti Menembus Pasar Lokal dan Pasar Eksport

Dalam dua tahun terakhir ini, banyak upaya telah dikerahkan. Mulai dari ikut berpartisipasi di berbagai pameran yang diadakan oleh instansi-instansi pemerintah seperti JI-EXPO, Inacraft dan pameran sejenis lainnya. 

Dari gelaran pameran ini pesanan datang dari lokal, berbagai instansi bahkan pesanan dari luar negeri seperti Singapura dan Yunani. Mbak Eva bercerita bahwa ini kali ketiga eksport ke Yunani dengan 200 lembar tikar, harga tikar dibanderol antara Rp 400.000 hingga Rp 600 000 perlembar.

Produk turunan anyaman pandan laut
Foto : Pribadi

Untuk memenuhi permintaan pasar yang terus meningkatkan mereka terus memperbaiki kualitas, layanan dan juga variasi produk-produk turunan seperti tas, sandal, topi dan banyak lagi lainnya sesuai dengan permintaan dari konsumen. Sehingga kini usaha anyaman ini bisa dipastikan berprospek baik dan menjanjikan.

Dukungan Berbagai Pihak Mampu Melewati Setiap Tantangan 

Tiada usaha yang tanpa kendala, namun ketekunan tidak mengkhianati hasil. Dari penuturan mbak Eva meski usaha ini tampaknya kelihatan baik dipermukaan namun ada saja masalah-masalah yang juga jadi tantangan.

Misalnya karena hampir semua tenaga kerjanya adalah perempuan terutama ibu rumah tangga yang juga punya tanggung jawab mengurus keluarga kadang kurang konsisten untuk memenuhi dateline pesanan, selain itu karena masih ada hubungan keluarga, orang tua dan kebiasaan khas kampung yang terkadang kurang profesional dalam mengerjakan permintaan spesifik dari customer. Hal-hal seperti bisa jadi semacam drama yang menguras pikiran, namun belakangan berkat kesabaran dalam mengedukasi, sedikit demi sedikit bisa diatasi.

kerajinan anyaman pandan laut
Foto : Pribadi

Hal lain yang masih menjadi kendala adalah harapan untuk langsung menjadi pelaku ekspor ke tangan pertama karena selama ini masih sifatnya ke distributor. Usut punya usut rupanya penggunaan internet marketing belum maksimal digunakan bahkan masih kata mbak Evai untuk media sosial sendiri masih menggunakan akun pribadi, belum ditangani secara profesional. Website usaha juga belum ada. Padahal di era industri 4.0 saat ini internet marketing sudah wajib digunakan jika ingin memperluas pasar. Untuk mengatasi gagap teknologi seperti ini pelatihan tentu saja diperlukan.

Syukurlah, melihat upaya dan keuletan mereka banyak pihak yang turun tangan untuk membantu seperti Astra yang menjadikan Desa Pantai Cermin Kanan sebagai Kampung Berseri Astra. Pelatihan dan pembiayaan untuk program yang diajukan melalui proposal manfaatnya sangat dirasakan oleh warga kampung terutama di pilar kewirausahaan dengan adanya bimbingan dan pengawasan. Semoga ke depannya harapan yang telah ditetapkan akan terwujud menjadi wanita-wanita mandiri yang berkontribusi dalam keluarga dan masyarakat luas.

Posting Komentar untuk "Anyaman Pandan Laut Warisan Berharga Untuk Anak Cucu"